PURBALINGGA, HUMAS – Keberadaan petugas lapangan keluarga berencana (PLKB) sebagai ujung tombak keberhasilan program KB di Indonesia masih kurang. Jumlah ideal PLKB masih tidak sebanding dengan wilayah binaanya. Kondisi saat ini rata-rata rasio PLKB dibanding desa masih berkisar pada angka 1 dibanding 4 atau 5 desa. Padahal idealnya adalah 1 : 1 atau 1 : 2. Data di BKKBN provinsi Jateng saat ini di Jawa Tengah terdapat 3.297 PLKB. Padahal sebelum era otonomi daerah Jateng memiliki lebih dari 6.000 PLKB.
Pada era otonomi daerah, kekurangan tenaga penyuluh KB menjadi tangungjawab pemerintah kabupaten/kota. Hal ini dikarenakan para penyuluh KB sudah menjadi bagian dari pegawai di kabupaten/kota. Sehingga kekurangan tenaga penyuluh seharusnya diusulkan bupati/walikota kepada menteri pendayagunaan aparatur Negara (Menpan).
“Pernah kami mengajukan usulan penambahan tenaga penyuluh KB, malah balik ditanya oleh Menpan sebenarnya yang butuh pusat atau kabupaten/kota. Jadi prinsipnya memang bupati atau walikota yang seharusnya mengusulkan formasi kebutuhan penyuluh. Nanti kita yang akan mendorong realisasinya ke Menpan,” kata Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat DR Sudibyo Alimoeso MA di Bumi Perkemahan (Buper) Munjuluhur Purbalingga, Selasa (26/4).
Kehadiran Sudibyo Alimoeso di Purbalingga untuk bertemu dengan 435 PLKB se-wilayah eks karesidenan Banyumas dalam acara lokakarya pembinaan kualitas SDM lini lapangan dalam rangka percepatan pencapaian sasaran program KB se-eks karesidenan Banyumas. Sekretaris utama BKKBN didampingi Kepala BKKBN Provinsi Jawa Tengah Dra Sri Murtiningsih MS, wakil bupati Purbalingga Drs Sukento Rido Marhaendrianto MM dan kepala BKBPP Purbalingga Drs Muntaqo Nurhadi.
Diakui Sudibyo, kurangnya tenaga penyuluh di desa, menyebabkan perkembangan program KB menjadi terhambat. Berdasarkan sensus penduduk 2010, pertumbuhan penduduk secara nasional masih sangat tinggi yakni 1,49 persen. Sedangkan di Jawa Tengah masih lebih baik dibanding Nasional yakni sebesar 0,37 persen.
“Saat ini penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta. Kalau tingkat pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka 40 tahun mendatang penduduk kita bisa mencapai 480 juta jiwa. Jumlah ini akan melebihi pertumbuhan penduduk Amerika Serikat dan kita tidak punya kemampuan untuk memberi makan mereka,” katanya.
Ia menambahkan, selain mengupayakan penambahan tenaga penyuluh, pihaknya memberikan dana alokasi khusus kepada tenaga penyuluh berupa pemberian sepeda motor dan sarana/prasarana lainnya. Tujuannya agar masyarakat tertarik untuk menjadi penyuluh KB.
Ia juga meminta pemerintah kabupaten/kota untuk meninjau kembali perda-perda yang memberatkan peserta KB di daerah.
“Pelayanan KB mestinya gratis bagi keluarga miskin. Karenanya kalau ada perda yang meberatkan bagi pelayanan KB seperti ditarik retribusi untuk PAD, sebaiknya harus ditinjau kembali. Ini tentu berkaitan dengan komitmen pemerintah kabupaten/kota setempat,” pungkasnya.
Sementara wakil bupati Purbalingga Drs Sukento Rido Marhaendrianto MM meminta para petugas lapangan KB bisa menjadi amunisi sekaligus pemicu dari potensi modal sosial yang besar dalam masyarakat berupa kehidupan gotong royong. Kegotongroyongan dalam masyarakat tentu akan meningkatkan rasa kepedulian, dan saling membantu khususnya dalam rangka pemberdayaan keluarga menjadi keluarga mandiri.
”Petugas penyuluh KB harus memiliki tiga keunggulan yaitu kemampuan komunikasi, kemampuan bekerja dengan data dan kemampuan membangun jejaring koordinasi dengan berbagai pihak,” katanya.
Lokakarya penyuluh KB di Purbalingga merupakan kali ketiga dilaksanakan BKKBN Jateng. Tahun ini BKKBN Jateng mengagendakan 6 kali lokakarya yang dipusatkan di tiap wilayah eks karesidenan. Sebelumnya telah dilaksanakan di Blora dan Wonosobo.
”Kami masih akan melaksanakan lokakarya di tiga tempat lainnya yakni di Grobogan, Solo dan Kebumen,” kata Kasi komunikasi informasi dan edukasi (KIE) BKKBN Jateng Dra Erna Sulistiowati MM. (Humas Pbg/Hardiyanto)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar